- Back to Home »
- Pengawetan Makanan | PKWU
Posted by : Naufal
1. Pengertian dan
mekanisme teknik pengolahan bahan makanan.
Pengolahan makanan adalah kumpulan metode
dan teknik yang digunakan untuk mengubahbahanba mentah menjadi makanan atau mengubah makanan menjadi bentuk
lain untukkonsumsi oleh manusia atau oleh industri pengolahan makanan (Winarno,1993). Pengolahan makanan membutuhkan
ladang bersih dan telah panen atau produk hewan yang disembelih dan penjual dagingdanmenggunakannya untuk memproduksi produk makanan
menarik, dapat dipasarkan dan tahan lama. Proses yang sama
digunakan untuk membuat pakan hewan.
Mekanisme pengolahan bahan makanan:
1. Persiapan Bahan Makanan
Persiapan bahan makanan yaitu menyiapkan semua
bahan makanan yang diperlukan sebelum dilakukan pengolahan, proses persiapan
bahan makanan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu suatu kegiatan yang
spesifik dalam rangka mempersiapkan bahan makanan dan bumbu -bumbu sebelum
dilakukan kegiatan pemasakan.
2. Pengolahan Bahan Makanan
Pengolahan bahan makanan merupakan suatu
rangkaian/kegiatan mengubah (memasak) bahan makanan mentah menjadi makanan yang
siap dimakan.Proses pengolahan bahan makanan dilakukan oleh juru masak mulai
dari membersihkan bahan makanan seperti mencuci, memotong, sampai pada proses
memasak.
3. Distribusi dan Penyajian Makanan
Proses pendistribusian dan penyajian makanan
dilakukan setelah semua proses dalam pengolahan selesai, dan makanan pun siap
disajikan.
2. Jenis Perlakuan
dalam Pengolahan bahan makanan
1. Suhu
tinggi diterapkan baik dalam pengawetan maupun dalam pengolahan pangan.
Memasak, menggoreng, memanggang, dan lain-lain adalah cara-cara pengolahan yang
menggunakan panas. Proses-proses tersebut membuat makanan menjadi lebih lunak, dan
lebih awet.
Pemberian suhu tinggi
pada pengolahan dan pengawetan pangan didasarkan kepada kenyataan bahwa
pemberian panas yang cukup dapat membunuh sebagian besar mikroba dan
menginaktifkan enzim.Pemanasan mengakibatkan efek mematikan terhadap mikroba.
Efek yang ditimbulkannya tergantung dari intensitas panas dan lamanya
pemanasan. Makin tinggi suhu yang digunakan, makin singkat waktu pemanasan yang
digunakan untuk mematikan mikroba.
2. Blansing
Blansing merupakan suatu
cara pemanasan pendahuluan atau perlakuan pemanasan tipe pasteurisasi yang
dilakukan pada suhu kurang dri 100 o C selama beberapa menit, dengan
menggunakan air panas atau uap. Biasanya suhu yang digunakan sekitar 82 – 93 oC
selama 3 – 5 menit.
Contoh blansing misalnya
mencelupkan sayuran atau buah dalam air mendidih selama 3 – 5 menit atau
mengukusnya selama 3 – 5 menit. Tujuan utama blansing ialah menginaktifan enzim
diantaranya enzim peroksidase dan katalase, walaupun sebagian dari mikroba yang
ada dalam bahan juga turut mati. Kedua jenis enzim ini paling tahan terhadap
panas,. Blansing biasanya dilakukan terhadap sayur-sayuran dan buah-buahan yang
akan dikalengkan atau dikeringkan.
Di dalam pengalengan
sayur-sayuran dan buah-buahan, selain untuk menginaktifkan enzim, tujuan blansing
yaitu :
1. Membersihkan bahan dari kotoran dan
mengurangi jumlah mikroba dalam bahan
2. Mengeluarkan atau menghilangkan gas-gas dari
dalam jaringan tanaman, sehingga mrngurangi terjadinya pengkaratan kaleng dan
memperoleh keadaan vakum yang baik dalam “headspace” kaleng.
3. Melayukan atau melunakkan jaringan tanaman,
agar memudahkan pengisian bahan ke dalam wadah
4. Menghilangkan bau dan flavor yang tidak
dikehendaki
5. Menghilangkan lendir pada beberapa jenis
sayur-sayuran
6. Memperbaiki warna produk antara lainmemantapkan warna hijau
sayur-sayuran.
Cara melakukan blansing
ialah dengan merendam dalam air panas (merebus) atau dengan uap air (mengukus
atau dinamakan juga “steam blanching”). Merebus yaitu memasukkan bahan ke dalam
panci yang berisi air mendidih.Sayur-sayuran atau buahbuahan yang akan
diblansing dimasukkan ke dalam keranjang kawat, kemudian dimasukkan ke dalam
panci dengan suhu blansing biasanya mncapai 82 – 83 oC selama 3 – 5 menit.
Setelah blansing cukup walktunya, kemudian keranjang kawat diangkat dari panci
dan cepat-cepat didinginkan dengan air.
Pengukusan tidak
dianjurkan untuk sayur-sayuran hijau, karena warna bahan akan menjadi kusam.
Caranya ialah dengan mengisikan bahan ke dalam keranjang kawat, kemudian
dimasukkan ke dalam dandang yang berisi air mendidih.
3. Pasteurisasi
Pasteurisasi merupakan
suatu proses pemanasan bahan pangan sampai suatu suhu tertentu untuk membunuh
mikroba patogen atau penyebab penyakit seperti bakteri penyebab penyakit TBC,
disentri, diare, dan penyakit perut lainnya. Dengan pasteurisasi masih terdapat
mikroba, sehingga bahan pangan yang telah dipasteurisasi mempunyai daya tahan
simpan yang singkat.
Tujuan
pasteurisasi yaitu :
1. Membunuh semua bakteri patogen yang umum
dijumpai pada bahan pangan bakteribakteri patogen yang berbahaya ditinjau dari
kesehatan masyarakat
2. Memperpanjang daya tahan simpan dengan
jalan mematikan bakteri dan menginaktifkan enzim.
Mikroba terutama mikroba
non patogen dan pembusuk masih ada pada bahan yang dipasteurisasi dan bisa
berkembang biak. Oleh karena itu daya tahan simpannya tidak lama. Contohnya :
susu yang sudah dipasteurisasi bila disimpan pada suhu kamar hanya akan tahan 1
– 2 hari, sedangkan bila disimpan dalam lemari es tahan kira-kira seminggu.
Karena itu untuk tujuan pengawetan, pasteurisasi harus dikombinasikan dengan
cara pengawetan lainnya, misalnya dengan pendinginan.
Pasteurisasi biasanya
dilakukan pada susu, juga pada saribuah dan suhu yang digunakan di bawah
100 ˚C. Contohnya :
1. Pasterurisasi susu dilakukan pada suhu 61 - 63 ˚C
selama 30 menit
2. Pasteurisasi saribuah dilakukan pada suhu 63 – 74 ˚C
selama 15 – 30 menit.
Pasteurisasi pada
saribuah dan sirup dapat dilakukan dengan cara “hot water bath”. Pada cara “hot water bath”, wadah yang telah diisi dengan bahan dan
ditutup (sebagian atau rapat) dimasukkan ke dalam panci terbuka yang diisi
dengan air. Beberapa cm (2,5 – 5,0 cm) di bawah permukaan wadah. Kemudian air
dalam panci dipanaskan sampai suhu di bawah 100 ˚C
( 71 – 85 ˚C ), sehingga aroma dan flavor tidak banyak
berubah.
4. Sterilisasi
Sterilisasi adalah proses termal
untuk mematikan semua mikroba beserta sporasporanya. Spora-spora bersifat tahan
panas, maka umumnya diperlukan pemanasan selama 15 menit pada suhu 121 ˚C
atau ekivalennya , artinya semua partikel bahan pangan tersebut harus mengalami
perlakuan panas.
Mengingat bahwa
perambatan panas melalui kemasan (misalnya kaleng, gelas) dan bahan pangan
memerlukan waktu, maka dalam prakteknya pemanasan dalam autoklaf akan
membutuhkan waktu lebih lama dari 15 menit. Selama pemanasan dapat terjadi perubahanperubahan
kualitas yang tidak diinginkan.
Untungnya
makanan tidak perlu dipanaskan hingga steril sempurna agar aman dan memiliki
daya tahan simpan yang cukup lama. Semua makanan kaleng umumnya diberi
perlakuan panas hingga tercapai keadaan steril komersial . Biasanya daya tahan
simpan makanan yang steril komersial adalah kira-kira 2 tahun.
Kerusakan-kerusakan yang terjadi biasanya bukan akibat pertumbuhan mikroba,
tetapi karerna terjadi kerusakan pada sifat-sifat organoleptiknya akibat
reaksi-reaksi kimia.
Pemanasan dengan
sterilisasi komersial umumnya dilakukan pada bahan pangan yang sifatnya tidak
asam atau bahan pangan berasam rendah. Yang tergolong bahan pangan ini adalah
bahan pangan hewani seperti daging, susu, telur, dan ikan serta beberapa jenis
sayuran seperti buncis dan jagung. Bahan pangan berasam rendah mempunyai risiko
untuk mengandung bakteri Clostridium botulinum, yang dapat menghasilkan racun
yang mematikan jika tumbuh dalam makanan kaleng.
Oleh karena itu spora
bakteri tersebut harus dimusnahkan dengan pemanasan yang cukup tinggi.
Sterilisasi komersial adalah pemanasan pada suhu 121,1 ˚C
selama 15 menit dengan menggunakan uap air bertekanan, dilakukan dalam
autoklaf.Tujuan sterilisasi komersial terutama untuk memusnahkan spora bakteri
patogen termasuk spora bakteri C. Botulinum.
5. Pendinginan
Pendiginan adalah penyimpanan bahan pangan di
atas suhu pembekuan bahan yaitu -2-10 ˚C.Cara pengawetan dengan suhu rendah lainya yaitu
pembekuan.Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku yaitu
pada suhu 12-24 ˚C.Pembekuan cepat
(quick freezing) di lakukan pada suhu -24-40 ˚C (Winarno, 1993).
Pendinginan
biasanya dapat mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau minggu
tergantung pada macam bahan panganya, sedangkan pembekuan dapat mengawetkan
bahan pangan untuk beberapa bulan atau kadang beberapa tahun. Perbedaan lain
antara pendinginan dan pembekuan adalah dalam hal pengaruhnya terhadap
keaktifan mikroorganisme di dalam bahan pangan.
Penggunaan
suhu rendah dalam pengawetan pangan tidak dapat membunuh bakteri, sehingga jika
bahan pangan beku misalnya di keluarkan dari penyimpanan dan di biarkan mencair
kembali (thawing), pertumbuhan bakteri pembusuk kemudian berjalan cepat kembali.Pendinginan
dan pembekuan masing-masing juga berbeda pengaruhnya terhadap rasa, tekstur,
nilai gizi, dan sifat-sifat lainya.Beberapa bahan pangan menjadi rusak pada
suhu penyimpangan yang terlalu rendah.
6. Fermentasi
Proses fermentasi dalam pengolahan pangan
adalah proses pengolahan panan dengan menggunakan aktivitas mikroorganisme
secara terkontrol untuk meningkatkan keawetan pangan dengan dioproduksinya asam
dan/atau alkohol, untuk menghasilkan produk dengan karekateristik flavor dan
aroma yang khas, atau untuk menghasilkan pangan dengan mutu dan nilai yang
lebih baik (Winarno, 1993). Contoh-contoh produk pangan fermentasi
ini bermacam-macam; mulai dari produk tradisional (misalnya tempe, tauco, tape)
sampai kepada produk yang modern (misalnya salami dan yoghurt).
Proses fermentasi dalam pengolahan pangan
mempunyai beberapa keuntungan-keuntungan, antara lain:
1. Proses fermentasi dapat dilakukan pada kondisi
pH dan suhu normal,
sehingga tetap mempertahankan (atau sering bahkan meningkatkan)
nilai gizi dan organoleptik produk pangan.
2. Karakteristik flavor dan aroma produk yang
dihasilkan bersifat khas, tidak dapat diproduksi dengan teknik/metoda
pengolahan lainnya.
3. Memerlukan konsumsi energi yang relatif rendah
karena dilakukan pada kisaran suhu normal,
4. Modal dan biaya operasi untuk proses
fermentasi umumnya rendah, dan
teknologi fermentasi umumnya telah dikuasi secara turun temurun
dengan baik.
7. Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara untuk
mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan
sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan energy
panas (Winarno, 1993). Biasanya, kandungan air bahan tersebut di kurangi
sampai 53 batas sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di
dalamya.Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan volume bahan
menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan
pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan transpor,
dengan demikian di harapkan biaya produksi menjadi lebih murah.Kecuali itu,
banyak bahan-bahan yang hanya dapat di pakai apabila telah di keringkan,
misalnya tembakau, kopi, the, dan biji-bijian.
Di samping keuntungan-keuntunganya,
pengeringan juga mempunyai beberapa kerugian yaitu karena sifat asal bahan yang
di keringkan dapat berubah, misalnya bentuknya, misalnya bentuknya, sifat-sifat
fisik dan kimianya, penurunan mutu dan sebagainya.Kerugian yang lainya juga
disebabkan beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan sebelum di pakai,
misalnya harus di basahkan kembali (rehidratasi) sebelum di gunakan.Agar
pengeringan dapat berlangsung, harus di berikan energi panas pada bahan yang di
keringkan, dan di perlukan aliran udara untuk mengalirkan uap air yang
terbentuk keluar dari daerah pengeringan.Penyedotan uap air ini daoat juga di
lakukan secara vakum.
Pengeringan dapat berlangsung dengan baik jika
pemanasan terjadi pada setiap tempat dari bahan tersebut, dan uap air yang di
ambil berasal dari semua permukaan bahan tersebut.Factor-faktor yang
mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas permukaan benda, suhu
pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara, dan waktu pengeringan.
8. Penggunaan Bahan Kimia
Bahan pengawet dari bahan kimia berfungsi
membantu mempertahankan bahan makanan dari serangan makroba pembusuk dan
memberikan tambahan rasa sedap, manis, dan pewarna. Contoh beberapa jenis zat
kimia : cuka, asam asetat, fungisida, antioksidan, in-package
desiccant, ethylene absorbent, wax emulsion dan growth regulatory untuk
melindungi buah dan sayuran dari ancaman kerusakan pasca panen untuk
memperpanjangkesegaran masam pemasaran. Nitogen cair sering digunakan untuk
pembekuan secara tepat buah dan sayur sehinnga dipertahankan kesegaran dan
rasanya yang nyaman.
Berdasarkan Permenkes RI No.
722/Menkes/Per/IX/88 dengan revisi No. 1168/Menkes/Per/X/1999 menyatakan bahwa
bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai
makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau
tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan
untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan,
pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan (Cahyadi, 2008).
3. Perubahan Akibat
Perlakuan dalam Pengolahan
Berbagai Perubahan yang mungkin Terjadi pada
Komponen Makro Bahan Pangan Selama Proses Pengolahan Pangan
Komponen Bahan Pangan
|
Perubahan yang Mungkin Terjadi Selama Proses Pengolahan Pangan
|
Protein
|
· Denaturasi (karena panas) akan menyebabkan
perubahan kelarutan, sehingga akan mempengaruhi tekstur pada bahan pangan.
· Penyimpangan flavor yang disebabkan karena
oksidasi (dikatalisis oleh cahaya)
· Degradasi enzimatik yang akan menyebabkan
perubahan pada tekstur dan flavor (bisa menyebabkan terbentuknya flavor
pahit)
· Pembekuan dapat menyebabkan protein
mengalami perubahan konformasi dan kelarutannya.
|
Lipida
|
· Hidrolisis enzimatik yang dapat menyebabkan
terbentuknya off-flavor (seperti terbentuknya flavor sabun (soapy)
atau bau prengus (goaty)) tergantung jenis lipida yang ada.
· Menyebabkan minyak goreng menjadi tidak baik
untuk digunakan, mengalami perubahan sifat fungsional dan sifat
kristalisasinya.
· Oksidasi asam lemak tidak jenuh yang akan
menyebabkan flavor menyimpang (off flavor).
|
Karbohidrat
|
· Perlakuan panas tinggi akan menyebabkan
terbentuknya interaksi antara gula pereduksi dan gugus amino yang akan
menyebabkan terjadinya reaksi Maillard (menyebabkan proses pencoklatan) dan
perubahan flavor.
· Hidrolisis pati dan gum dapat menyebabkan
perubahan tekstur dari system pangan, beberapa pati dapat didegradasi oleh
enzim ataupun kondisi asam.
|
Vitamin
|
· Tergantung dari jenis vitaminnya, maka
berbagai proses perubahan bisa terjadi (kerusakan / kehilangan)jika produk
pangan mengalami proses pengolahan; terutama karena proses pemanasan,
pencahayaan, ataupun terekspos dengan udara (oksigen).
|